Senin, 18 Juli 2011

Revitalisasi Fungsi Sekber Sebagai Basis Gerakan Keilmuan

Oleh: Maryono *)

Sebuah organisasi yang baik tentunya di dukung dengan infrastruktur organisasi yang mapan. Kelengkapan infrastruktur meliputi struktur organisasi, sekretariat maupun anggota. Organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiya sebagai gerakan mahasiswa tentunya perlu memiliki kelengkapan organisasi dan elemen yang terdapat didalamnya. Kemajuan organisasi tentu didukung dengan bekerja struktur organisasi yang solid, kompeten, berfungsinya secretariat sebagaimana mestinya. Selain itu, mobilitas anggota organisasi yang dinamis dan terarah berdasarkan mekanisme aturan organisasi.
 Keadaan tersebut tentunya memerlukan prioritas, kerjakeras serta konsistensi dari seluruh anggota organisasi baik dari unsure pimpinan maupun anggota. Kader srtuktural maupun anggota memiliki tanguung jawab terhadap berjalannya organisasi, mulai dari kelengkapan srtuktur organisasi dan berfungsinya masing-masing srtuktur organisasi. Harapan ini tentunya berbalik dengan kondisi  yang terjadi saat ini. Organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai wadah perjuangan mahasiswa dan kaderisasi yang telah meiliki kelengkapan organisasi yang kuat, struktur organisasi formal mulai dari tingkatan pusat sampai dengan tingkatan komisariat yang belum memaksimalkan kelengkapan infrastruktur organisasi. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah juga telah mempunyai tempat dan ruang (yang biasa disebut secretariat bersama) untuk menjalankan roda organisasi. Namun kenapa yang terjadi justru sekretariat justru tidak berfungsi sebagaimana mestinya? Lebih parah lagi ruang organisasi atau sekretariat dijadikan wahana pertemuan putra dan putri yang memiliki hubungan khusus, bukan untuk hubungan organisatoris. Bukannya secretariat digunakan untuk bekerjasama, berdiskusi maupun berdialektika untuk mendukung perkembangan intelektual?
Dari persoalan ini penulis berfikir setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadikan sekretariat atau sekber tidak berjalan  sebagaimana mestinya. Pertama, tidak berjalannya komunikasi yang intensif antara pengurus structural organisasi dengan penghuni secretariat meskipun penghuni mewakili masing-masing komisariat. Dalam kegiatan intelektual penghuni sekber hanya menunggu instruksi dari pimpinan Cabang Korkom atau pengurus structural tanpa memiliki usaha mandiri untuk mengembangkan dan memfungsikan sekber. Membuat krativitas untuk mengembangkan gerakan keilmuan. Bahkan media buku dan Koran hanya tidak pernah menjadi bahan untuk berbuat kritis. Disisi lain pengurus atau pimpinan belum memiliki mekanisme komunikasi yang aktif untuk mendorong penghuni sekber agar mengembangkan gerakan keilmuan. Gerakan keilmuan dilakukan dengan membentuk kelompok diskusi-diskusi kecil untuk saling bertukarpikiran terhadap persoalan yang ada.
Kedua , dari sisi anggota organisasi memiliki sifat malas untuk melakukan kegiatan di sekretariat. Kemalasan ini biasanya didukung dengan alasan bahwa sekber tidak strategis dan terlalu jauh dari kampus. Mahasiswa seakan tidak punya waktu untuk bergerak menuju secretariat bersama. Hal ini juga menyebabkan terjadinya disfungsi sekretariat. Sehingga karena karena jarang digunakan untuk berbagai kegiatan memberikan peluang kepada penghuni sekber untuk berdua-duan terhadap lain jenis di sekber. Hal ini ditemukan penulis beberapa kali datang ke sekber, jelas tidak ada nuansa akademis, melainkan hal tersebut..
Ketiga,  sifat mengedepankan ego yang dimiliki oleh anggota organisasi. Didukung  dengan penerapan mekanisme presensi 75% kehadiran dikampus. Hal ini membuat ketakutan pada diri mahasiswa untuk meninggalkan kelas. Ketika diajak untuk berkumpul maupun berdiskusi, jawaban yang sering muncul adalah “maaf mas/mbak saya sedang ada kuliah”. Sebenarnya presensi 75% tidak menjadi masalah yang serius, jika waktu yang ada digunakan semaksimal mungkin. Bukankah ada sisa 25% untuk pengembangan diri melalui organisasi atau mencari pengalaman nyata diluar kelas? Lalu kenapa hal itu tidak dilakukan?. Selain itu, ego yang sangat dominan adalah selalu mengharapkan apa yang didapat dari organisasi, bukan apa yang akan  dipebuat untuk kelangsungan organisasi. Tradisi mengharap inilah yang mempersempit dan memasung kreatifitas untuk memajukan dan mengembagkan sayap organisasi.
Keempat, belum ada kegiatan yang mampu menarik minat mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam organisasi. Kegiatan yang ada selama ini hanya bersifat formalitas seperti rapat-rapat agenda organisasi, ataupun diskusi secara formal. Sehingga mengakibatkan menurunnya ketertarikan mahasiswa untuk berorganisasi. Oleh karena itu, perlu adanya kegiatan yang sejalan dengan kondisi saat ini dimana mahasiswa sekarang lebih senang terhadap hedonisme. Hal ini tidak dimaksudkan untuk  menganjurkan hedonis, namun adalah strategi membuat kegiatan yang bersifat hedonis untuk menarik minat mahasiswa untuk datang. Karena beberapa mahasiswa sangat rajin ketika diajak untuk melakukan acara yang santai. Setelah mahasiswa datang dan berkumpul baru bisa dimanfaatkan atau diajak untuk berdialektika serta saling bertukarpikiran. Bukankah yang penting bisa mengumpulkan banyak orang yang datang karena senang pada suatau hal tampa terpaksa?.
Beberapa hal tersebut berdampak luas terhadap sensitifitas gerakan mahasiswa muhammadiya terhadap berbagai persoalan yang terjadi baik dalam skala kampu, local, maupun nasional. Tanggapan terhadap isu-isu penting seringkali terlambat  atau setidaknya telah dilakukan terlebih dahulu oelh organisasi lain. Sehingga seringkali yang terjadi menganggap organisasi lain merebut atau mendahului wilayah perjuangan kita di masyarakat.
*) Penulis adalah Sekretaris umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta



♦ ♦ ♦

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Beri komentar sebagai Name/URL..terima kasih