Bidang Keilmuan PC IMM Sleman mengadakan diskusi dengan tema "IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH ANTARA IDEALISME DAN REALITA.[1]" yang di sampaikan oleh immawan Maryono[2] dan bertempat di Aula PCM Depok Sleman pada hari Rabo, 29 Februari 2012.
Resum materi:
Resum materi:
Mahasiswa sebagai direction of change (mengarahkan pada perubahan) memiliki peran dalam menentukan agenda dan konsepsi bangsa. oleh karena itu mahasiswa diharapkan menjadi motor penggerak perubahan. Mahasiswa sebagai golonganterdidik diaharapkan menggerakkan perubahan pola pikir dari masyarakat yang pro status quo menuju masyarakat yang demokratis tanpa pandang bulu.
Setelah berhasilnya mahasiswa menumbangkan orde baru tahun 98, mahasiswa dihadapkan pada kebebasan baru. Yaitu kebebasan dalam berekspresi, menyampaikan pendapat dan sebagainya. Namun kebebasan tersebut justru disikapi dengan semakin pudarnya peranan mahasiswa di dalam masyarakat. Peranan mahasiswa terkesan seolah hanya pintar mengkritisi kinerja dan kebijakan pemerintahan, namun lupa akan basis akar rumput yaitu memberdayakan masyarakat. Sebagai akademisi yang terdidik mengkritisi setiap rezim bagi mahasiswa merupakan kewajiban karena mahasiswa diharapkan dapat mengontrol segala kebijakan pemerintah, namun yang harus di ingat juga jangan sampai mahasiswa terjebak pada politik praktis dan pragmatism. Mahasiswa yang dikenal memiliki idealism yang mengakar dalam gerakan setidaknya tetap konsisten dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Begitu juga dengan ikatan mahasiswa muhammadiyah (baca: IMM).
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah secara kuantitas telah tersebar luas di seluruh Indonesia. Jaringan gerakan mahasiswa ini hamper tersebarluas hingga kurang lebih 172 cabang di seluruh Indonesia. Sebuah gerakan yang memiliki jaringan luas ikatan mahasiswa muhammadiyah tetap konsisten dalam memperjuangkan ideology dasarnya.
Adapun ideology yang menjadi dasar pijakan gerakan IMM, yaitu pertama, bahwa ikatan mahasiswa berlandasakan pada nilai-nilai agama islam (value). Oleh karena itu dalam kegiatannya IMM berlandaskan pada nilai-nilai moral dan nurani yang terbangun atas dasar pemikiran dan pemahaman terhadap Al-Qur’an. Kedua, IMM secara tegas menegaskan dirinya sebagai gerakan intellectual. Oleh karena itu memiliki tanggung jawab dalam membangun budaya akademis pencerahan intelektual (intellectual enlightement ).pencerahan inteletual dilakukan dengan menggunakan pendekatan penyadaran pemikiran mahasiswa akan fungsi dan tanggungjawabnya terhadap agama, bangsa dan Negara. Ketiga, spirit, yakni dalam aksinya IMM bukan hanya gerakan yang melangit namun sebagai gerakan yang membumi. Dengan kata lain keberanian dalam mengaplikasikan gagasan dan programnya secara nyata, misalnya gerakan advokasi, pemberdayaan masyarakat dan sebagainya. Ketiga dasar inilah yang memperteguh IMM tidak terjebak dalam politik praktis, yang menyandera pada problem Korupsi.
Problem IMM
Sebagai organisai yang dianggap masih bersih, dalam praktiknya IMM sendiri bukan tanpa masalah. Masalah-masalah IMM sebenarnya erat kaitannya dengan persoalan internal dan eksternal. Adapun problem-problem internal yaitu, Pertama, IMM dalam realisasi programnya belum memiliki program yang manjadi daya tawar. Selama ini gerakan IMM di masing-masing periode kepemimpinan hanya terbatas pada penyelesaian program kerja yang sifatnya per periode, dan tampaknya “tidak” memiliki program jangka panjang. Hal inilah yang menyebabkan sering terputusnya generasi. Misalnya di PC IMM Sleman sendiri dulu dikenal dengan rahim intelektual dengan memiliki media publikasi majalah kibar, namun itu hanya ada pada generasi saat itu saja, tida kemudian memiliki regenerasi dalam media publikasi.
Kedua, belum adanya system yang jelas. System yang mampu mengatur serta menggerakkan roda gerakan secara kontinyu dan berkesinambungan. Hal ini sering menimbulkan masalah misalkan dalam menangani proses perkaderan meskipun telah ada SPI (Sistem Perkaderan Ikatan), namun seringkali mengalami persoalan dalam perkaderan ketika berganti kepemimpinan. Sehingga melakukan proses perkaderan masing-masing periode kepemimpinan harus memulai lagi model perkaderan dari awal.
Ketiga, belum terciptanya gerakan kolektif kolegial. Melaksanakan kegiatan terlihat sendiri-sendiri pada masing-masing bidang, belum menjadi agenda yang mesti dikerjakan secara bersama-sama. Hal ini terbukti IMM tidak memiliki jejaring informasi yang mampu meng-update perkembangan mulai dari level pimpinan komsariat, cabang, dpd hingga pusat. Hal ini sering memunculkan kegiatan-kegiatan mubadzir, misalnya ketika kader akan DAD diwajibkan mengisi biodata, ketika akan mengikuti kegiatan lagi harus mengisi biodata lagi. Ketiadaan jejaring informasi ataupunn database kader secara konkret belum didiapatkan di beberapa level pimpinan yang penulis jumpai.
Sedangkan problem-problem ekstenal seperti system pendidikan yang membuat mahasiwa hanya berpikir IPK bagus, Cepat lulus, Cepat kerja dan sebagainya. Artinya tuntutan profesionalisme dalam segala bentuk kegiatan, hendaknya menjadikan organisasi semacam IMM cepat dalam mengambil alternative gerakan ataupun alternative pendidikan.
Dari persoalan-persoalan tersebut setidaknya dapat dirangaki dan ditemukan solusi yang mendasar konkret dan meyeluruh. Hal ini dapa dilakukan dengan: 1) membangun budaya ilmiah dalam tubuh IMM. Budaya ilmiah mulai dari membaca, diskusi, dan menulis harus menjadi aktifitas yang produktif. 2) menciptakan system organisasi dan system perkaderan yang menjadi dasar kebijakan. Artinya sitem akan tetap berlaku meskipun berganti kepengerusuan setiap periodenya. Namun bukan system yang kolot dan tidak selalu update mengikuti perkembangan.
Sekian. Kritik dan saran terhadap tulisan ini yang sifatnya membangun bisa dikirim ke email: maryo_arepa89@yahoo.co.id
[1] Disampaikan dalam diskusi rutin Bidang keilmuan PC IMM Sleman hari rabu tanggal 29 Februari 2012.
[2] Kabid Keilmuan Pimpinan Cabang IMM Sleman periode Musycab XV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Beri komentar sebagai Name/URL..terima kasih